Read more: http://blogkomputer12.blogspot.com/2012/06/cara-mudah-membuat-kotak-iklan-melayang.html#ixzz2DVJkJuol

24 Januari 2010

Hukum Foto Pre Wedding : Ketua MUI Sependapat Foto Pre Wedding Haram

Jakarta (SIB)
Pengharaman kegiatan fotografi pra nikah (pre wedding) oleh forum bahtsul masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur ke-12 di Ponpes Lirboyo, Kediri, diamini Ketua Majelis Utama Indonesia (MUI) Cholil Ridwan. Cholil setuju karena hal itu selaras dengan ajaran Islam.
“Kalau dikembalikan ke syariat, saya tidak keberatan atas fatwa itu,” ujar Cholil pada detikcom, Jumat (15/1)....
Jika merujuk ke ajaran Islam, lanjut Cholil, foto laki-laki dan perempuan sebelum nikah seperti suami istri memang haram hukumnya. “Kalau sudah nikah difoto dengan pose suami istri itu tidak apa-apa. Itu tak langgar syariat,” jelasnya.
Menurut Cholil, saat ini, seperti halnya pacaran, foto pre wedding sudah seperti budaya dan itu sebenarnya haram. “Karena sudah jadi budaya, sepertinya tidak haram. Masalahnya kan mereka foto berpose suami istri,” katanya.
Namun begitu, Cholil mengaku MUI pusat tidak akan membahas hal itu sepanjang tidak ada permintaan ke masyarakat ke lembaganya.
“Kalau ada lembaga atau pribadi meminta ke MUI agar memberikan fatwa, MUI ada kewajiban menjawabnya. Tapi selama tidak ada permintaan masyarakat, MUI sudah sibuk dengan permintaan (fatwa) yang menumpuk itu,” jelasnya.
Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur sebelumnya memberikan pengharaman pada beberapa hal, antara lain rebonding dan foto pra nikah. Cholil menganggap pengharaman terhadap rebonding berlebihan.
Rebonding Tak Diharamkan Asal Obatnya Halal
Penyebutan haram rebonding bagi wanita lajang harus tergantung konteksnya. Sepanjang obat untuk meluruskan rambut itu halal, maka rebonding dihalalkan untuk dilakukan
“Hukum asal rebonding dibolehkan sepanjang tidak menyebabkan bahaya. Syarat lainnya, obat yang digunakan harus halal,” ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (16/1).
Menurut Ni’am, rebonding merupakan ajang untuk berhias diri. Dalam perspektif Islam, menjaga kebersihan dan keindahan sangat dianjurkan dalam Islam.
“Jika rebonding ditempatkan dalam konteks merawat tubuh dan menjaga keindahan, maka justru dianjurkan”, ujar Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini.
Ni’am meminta kontroversi hukum haram rebonding harus dipahami konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat. Penyebutan haram dilakukan untuk mencegah kemaksiatan.
“Jangan sampai ini disalahpahami atau diinformasikan secara salah, sehingga membuat masyarakat resah,” tuturnya.
Ni’am berharap, penyebutan haram rebonding diambil hikmahnya oleh pelaku usaha perawatan rambut. Pelaku usaha dapat menyediakan jasa rebonding yang khusus bagi wanita.
“Pasarnya cukup banyak. Di sini justru ditangkap sebagai peluang. Bukan justru dieksploitasi untuk kepentingan lain,” jelasnya.
Sebelumnya, penyebutan haram rebonding bagi wanita lajang digulirkan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jatim di Lirboyo Kediri. Selain rebonding, foto pre-wedding, dan pengojek wanita juga haram.
Menteri PP Minta Rebonding Haram Tak Dibesar-besarkan
Pernyataan rebonding haram mengundang Menteri Pemberdayaan Perempuan (PP) Linda Gumelar berkomentar. Ia meminta saran yang dikeluarkan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur di Ponpes Lirboyo itu tidak dibesar-besarkan.
“Masalah rebonding satu hal yang tidak perlu dibesar-besarkan. Karena selama produknya halal kita tidak perlu dibuat haram,” kata Linda Gumelar di kantor Menko Kesra, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (18/1).
Linda juga meminta pernyataan larangan naik ojek untuk wanita tidak disikapi dengan kaku. “Saya kira itu tergantung kenyamanan penumpang dan tukang ojeknya. Itu kan masalah keyakinan masing-masing. Masalah bagaimana meyikapi kalau ada bersentuhan. Itu jangan terlalu dipatenkan,” katanya.
Rebonding bagi wanita single dinyatakan haram, karena dianggap dapat mengundang terjadinya maksiat. Sementara gaya rambut rasta, punk dan pengecatan dengan menggunakan warna merah dan kuning juga dinyatakan haram.
Penggunaan ojek oleh wanita untuk bepergian ke tempat ziarah, pasar dan majelis ta’lim juga dinyatakan haram. Rumusan ini dibuat dengan catatan apabila penggunaan jasa ojek oleh wanita dibarengi dengan ha-hal yang bisa mengakibatkan kemaksiatan, di antaranya bersentuhan kulit, menampakkan aurat dan berduaan dengan pengendara ojek di tempat yang sangat sepi.
Muslimah yang Merebonding (Meluruskan Rambut) Bukan Berarti Terjebak pada Keharaman
Saran rebonding (meluruskan rambut) haram yang dilansir para santri di Ponpes Lirboyo, Kediri, pekan lalu, ditanggapi beragam di kalangan kaum Islam. Para santri disarankan agar meningkatkan penguasaan teks keagamanan dalam konteks kekinian sehingga hidup santri tidak menjauh dari realita modernitas.
“Muslimah yang sudah menjadikan rebonding sebagai lifestyle bukan berarti telah terjebak dalam lingkaran ‘keharaman’,” komentar Wasekjen Pimpinan Pusat Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia Nahdlatul Ulama (Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama/RMI NU) HM Sulthan Fatoni pada detikcom, Selasa (19/1).
Sulthan menjelaskan, keputusan forum bahtsul masa’il tentang ‘haram’-nya rebonding perlu dipahami masyarakat sebagai bagian dari upaya komunitas pesantren mendorong agar masyarakat Islam hidup secara sehat, indah dan benar. Dalam konteks ini masyarakat pesantren ikut berkontribusi dalam proses peningkatan pola hidup masyarakat muslim yang berkualitas secara lahir dan batin.
Secara tertulis, Sulthan menuturkan, bahtsul masa’il adalah forum diskusi persoalan kemasyarakatan dalam perspektif jurisprudensi Islam yang berkembang di lingkungan pondok pesantren. Tradisi intelektualisme tersebut telah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Berbagai produk dari forum bahtsul masa’il dapat bersifat qath’i (pasti dan mengikat) dan dzanny (pasti dan tidak mengikat).
Produk yang bersifat qath’i berarti mengandung kepastian hukum, pasti, dan mengikat bagi setiap muslim. Sedangkan produk yang bersifat dzanny mengandung kepastian hukum, pasti dan hanya mengikat muslim yang mau mengikutinya. Keputusan yang bersifat dzanny masih debatable dan masih memungkinkan forum bahtsul masa’il lain menyikapinya secara berbeda.
Dalam kasus rebonding, kata Sulthan, keputusan forum bahtsul masa’il tersebut hendaknya dibaca dalam perspektif etika kehidupan Islam bahwa kualitas hidup manusia itu bertingkat-tingkat.
“Seorang muslimah yang sudah menjadikan rebonding sebagai lifestyle bukan berarti telah terjebak dalam lingkaran ‘keharaman’ mengingat substansi rebonding tidak secara mutlak memberikan dampak negatif bagi dirinya. Dia perlu mempertahankan sisi positifnya dengan secara bertahap menghilangkan sisi negatif dari lifestyle rebonding tersebut,” pendapat alumnus Forum Bahtsul Masa’il Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ini.
Misalnya, yang semula rebonding ia niati tampil modis untuk menarik perhatian laki-laki bukan muhrim, diperbaiki dengan niatan menjaga keindahan rambut. Pola hidup sehat dan benar secara batin dalam konteks ini adalah menjaga hati dari bersit niat negatif dan prasangka buruk; sedangkan secara lahir adalah mendapatkan keindahan.
“Saya mengimbau agar berbagai forum bahtsul masa’il yang tersebar di pesantren se Indonesia untuk terus beraktivitas meningkatkan kemampuan penguasaan teks-teks keagamaan Islam sekaligus lebih berkreatif dalam menterjemahkannya dalam konteks kekinian sehingga pola hidup santri tidak menjauh dari realita modernitas,” saran dosen FISIP Universitas Nasional Jakarta ini.
DIN ENGGAN KOMENTARI “REBONDING” HARAM
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin enggan mengomentari keputusan dari Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur bahwa meluruskan rambut (rebonding), foto pranikah, dan wanita menjadi tukang ojek adalah haram.
“Tidak usahlah,” katanya sambil meninggalkan wartawan saat ditemui pada Silaturahmi Nasional Keluarga Besar Pondok Modern Darussalam Gontor di Jakarta, Minggu.
Sikap yang sama juga ditunjukkan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring.
“Jangan tanya saya. Tanya saja ke ulama-ulama yang ada di dalam,” ujar mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga ditemui pada acara itu.
Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur baru-baru ini menyampaikan putusan haram tentang “rebonding”, foto pranikah, dan wanita yang berprofesi sebagai tukang ojek pada pertemuan yang dihadiri oleh 258 peserta dari 46 pondok pesantren se-Jawa Timur.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, hukum meluruskan rambut sangat terkait dengan konteksnya namun hukum asalnya mubah dalam arti dibolehkan.
“Jika tujuan dan dampaknya negatif maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika tujuan dan dampaknya positif maka dibolehkan, bahkan dianjurkan,” kata Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni`am Sholeh.
Menurut dia, “rebonding” sebagai sebuah cara untuk berhias diri, hukum asalnya dibolehkan sepanjang tidak menyebabkan bahaya, baik secara fisik, psikis, maupun sosial.
Dalam perspektif hukum Islam, menurut dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, menjaga kebersihan dan keindahan sangat dianjurkan.
“Jika ‘rebonding’ ditempatkan dalam konteks merawat tubuh dan menjaga keindahan maka justru dianjurkan. Syarat lainnya, obat yang digunakan harus halal,” katanya.
Ni’am menyatakan, kontroversi hukum haram bagi “rebonding” yang dihasilkan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur di Lirboyo, Kediri, harus dipahami lengkap dengan konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat.
Menurut dia, penetapan haram “rebonding” bagi perempuan yang belum bersuami dimungkinkan jika sebagai sarana kemaksiatan.
Pro Kotra Rebonding dan Pre-Wedding
Pro-kontra haram tidak-nya rebonding (meluruskan rambut) dan pre wedding (kegiatan menjelang nikah) masih terus berlanjut. Majelis Ulama Indonesia sampai sekarang belum mengeluarkan fatwa mengenai masalah tersebut.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Yunan Yusuf, memandang segala sesuatu harus dilihat dari niatnya.
“Masalah rebonding boleh-boleh saja sejauh itu untuk mempercantik diri dan kecantikannya khusus dipersembahkan untuk suaminya,” kata Yunan. “Yang tidak boleh, kecantikan itu untuk dipamerkan kepada orang lain.”
Artinya, jangan sampai merias diri hingga membuat orang takabur karena berbangga dengan kecantikannya. “Karena itu, saya menyarankan agar wanita muslim mengenakan jilbab sehingga kecantikannya khusus dipersembahkan untuk suaminya,” paparnya.
Sedangkan mengenai foto pre-wedding, kata Yunan, tidak masalah. Yang tidak boleh adalah berfoto dengan saling peluk. “Mereka tidak boleh berpelukan karena belum menjadi muhrim,” tuturnya lagi.
KALANGAN SELEBRITI
Isu ini juga membuat kalangan selebriti ikut bicara. Model senior Ratih Sanggarwati mengatakan foto pre-wedding bisa disebut haram jika pose-posenya di luar batas kewajaran.
“Misalnya yang sering saya lihat, ada foto pre-wedding yang sangat mesra, bahkan hampir berciuman,” katanya ketika ditemui di resepsi pernikahan Helmy Yahya-Febry.
Foto pre-wedding dengan pose wajar itu bukanlah suatu masalah. “Seperti foto pre-wedding Mas Helmy Yahya dan Febry. Mereka hanya bertatapan. Itu tidak masalah,” katanya memberi contoh.
Sementara itu bintang film Bidadari Jakarta, Renny Novita, juga berpendapat foto pre-wedding yang diharamkan pihak tertentu tak aneh jika menimbulkan pro dan kontra. Sebab banyak juga pasangan yang memamerkan foto sebelum pernikahan itu secara berlebihan.
“Mungkin fatwa haram itu mencuat karena banyaknya pasangan foto mesra seperti pegangan tangan sebelum nikah, sebab hal itu dianggap bukan muhrimnya. Tapi itukan sudah lumrah dan aku rasa itu tidak merugikan orang lain,” cetus Renny Novita.
DIHARAMKAN
Sementara itu, Ketua MUI, KH Cholil Ridwan, mengaku MUI memang belum mengeluarkan fatwa tentang rebonding dan pre-wedding. “Namun saya secara pribadi berpendapat rebonding itu hukumnya haram karena wanita harus berjilbab. Itulah syariat Islam,” papar Cholil.
Cholil menambahkan, pre-wedding juga tidak boleh apalagi yang mengarah kepada zinah. “Zinah itu, macam-macam ada zinah mata, zinah hati dan yang lainnya, tutur dia.
Sebelumnya, Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur, usai mengakhiri kegiatan bahtsul masail (pembahasan masalah terkini) Kamis (14/1) malam di Ponpes Lirboyo, Kediri, dalam keputusannya mengharamkan rebonding dan pre-wedding. (Detikcom/Ant/PK/i/o)


Kunjungi : http://abu-azkiya.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar anda : ...

...Assalamu'alaikum...'<*_*>':" Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. Q.S. Al-Baqoroh : 216 " <> Dari Ma'qil bin Yasar dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR Thabrani dan Baihaqi)"<> ...;

free counters
Template Design by 405mutaqin