Read more: http://blogkomputer12.blogspot.com/2012/06/cara-mudah-membuat-kotak-iklan-melayang.html#ixzz2DVJkJuol

15 Desember 2012

Lebak 1 : ...dan Pesan Moral Sanuji Pentamarta

Di Lebak (mungkin juga di Banten secara umum), era dan suasana reformasi yang memberikan keleluasaan berekspresi kepada masyarakat telah membangkitkan kembali gairah publik dalam memproduksi secara kreatif pelbagai jenis dan varian pelesetan. Suatu fenomena komunikasi sosial yang pernah merebak pada era 80-an dulu. MTP, gelar S2 Bupati Lebak, direkonstruksi dengan kepanjangan baru “Melak Tangkal Palem�, sebuah program penataan kawasan perkotaan (jalan) yang mendapat kritikan banyak pihak. BAZ, Badan Amil Zakat, diberi sinisme baru menjadi “Bagian Aing Zaeutik� (mohon maaf para pengelola zakat). Tahun 2000 lalu, Lebak memperoleh kucuran program Depdagri Otda dan Bappenas. Nama programnya Pengembangan Kemampuan Pemerintahan Kabupaten/Kota (PKPK). Teman-teman di birokrasi sendiri malah menggantikannya dengan kepanjangan “Pikiran Kahareup, Pagawean Katukang�.

Proyek Haji Wakil Rakyat
Terakhir, seorang teman aktifis di Lebak memberi saya peristilahan baru seputar haji, yang memperpanjang daftar sebutan sinisme haji sebelumnya, seperti Haji Udin (Urusan Dinas), Haji Abu Bakar (Atas Budi Baik Golkar), Haji Patih Derus (Kepala Putih Diskotik Jalan Terus) dsb. Nah sebutan baru hadiah dari seorang aktifis itu adalah “Haji Madura� (Make Duit Rakyat). Tentu saja, sebutan ini lebih dimaksudkan sebagai ekspresi sinisme masyarakat terhadap mekanisme kelembagaan penunaian ibadah haji itu, dan sama sekali tidak ditujukan kepada orang yang menunaikan hajinya sendiri. Kepada mereka, tetap saja kita harus mendoakan, semoga hajinya mabrur. Masalahnya, aya kitu orang berhaji menggunakan uang rakyat ?

Duduk perkaranya memang belum jelas benar. Tetapi yang pasti ini sudah jadi rahasia publik di Lebak. Bahwa sejak tahun 2000 silam, DPRD Lebak memiliki proyek unik, internal sifatnya, yakni proyek penghajian para wakil rakyat. Melalui proyek ini, setiap anggota dewan diberi jatah anggaran untuk menunaikan ibadah haji satu kali. Mereka yang sudah berhaji dan tidak berniyat pergi haji lagi, dipersilahkan mengambil jatah “mentahnya� sebesar 25 juta rupiah. Jika ini dikalikan dengan angka 45 (jumlah anggota DPRD Lebak) maka total anggaran yang dikeluarkan untuk proyek penghajian ini sebesar Rp 1.125.000.000,- Tidak terlalu fantastis memang jika dibandingkan dengan nilai pelbagai proyek pembangunan fisik di Lebak. Dan masalahnya memang bukan pada soal besar kecilnya angka itu, melainkan pada masalah sumber darimana uang sebesar itu dikeluarkan oleh DPRD.

Dari Ketua DPRD kah ? Rasa-rasanya imposible. Dari Bupati kah ? Mustahil juga. Lantas darimana ? Kabar santer yang merebak menyebutkan bahwa uang itu berasal dari APBD. Hanya, dari Pos Belanja mana, hingga sekarang juga belum jelas. Nah, jika kabar ini benar, benar pula nalar sinisme teman aktifis yang diekspresikan melalui sebuah varian pelesetan tadi : “Haji Madura� (Berhaji Make Duit Rakyat). Maksudnya tentu saja menunaikan ibadah haji dengan menggunakan uang rakyat. Sebab, bukankah uang yang dikelola dalam APBD itu pada hakekatnya merupakan uang rakyat ? Tapi kemudian apa hubungannya dengan Sanuji Pentamarta ? Lantas, siapakah gerangan Sanuji Pentamarta ini ?

Penyumbang “PAD� Perorangan

Seperti pada umumnya warga Lebak, Sanuji Pentamarta adalah orang yang sangat terobsesi dengan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat banyak. Sanuji, seperti umumnya warga Lebak, seratus persen setuju dengan warga Kecamatan Muncang yang mendambakan infrastruktur jalan untuk membuka daerahnya agar kehidupan ekonomi menggeliat. Sanuji berempati kepada warga selatan Lebak yang menghendaki pembentukan Kabupaten Malingping untuk alasan peningkatan kesejahteraan rakyat di sana. Sanuji sama hati-hatinya dengan warga Rangkasbitung dalam menyikapi rencana pembangunan pasar modern di Kalijaga.

Dengan Uwes Qorny (alm), Sanuji sama-sama terobsesi oleh lahirnya kepemimpinan yang amanah di Lebak. Dengan Hassan Alaydrus, Sanuji sama-sama sering memikirkan bagaimana caranya agar Islam substantif diterapkan dalam keseharian penyelenggaraan tata pemerintahan di “Kabupaten Triple W� (Wareg, Waras, Wasis). Dengan Mulyadi Jayabaya, Sanuji juga sama-sama menginginkan agar proses pelbagai tender proyek pembangunan dilaksanakan secara transparan dan profesional. Dengan Kumala dan Imala, Sanuji kerap berdiskusi perihal APBD Lebak yang saban tahun belum juga memperlihatkan keberpihakannya kepada masyarakat banyak. Dengan Mang Iming, pemilik warung nasi uduk di dekat jembatan Ciujung I, Sanuji sama-sama mendambakan suasana berdaya dan kemandirian para pelaku ekonomi kecil terus bertumbuh secara sehat dan dinamis. Kepada LSPB, Sanuji kerap mengeluh : “capek�, dan ingin berhenti sebagai anggota DPRD Lebak !

Kemudian, seperti juga umumnya warga Lebak, sejak awal Sanuji Pentamarta tidak setuju dengan proyek penghajian para anggota DPRD Lebak yang diceritakan di atas tadi. Itu sebabnya, tatkala gilirannya berhaji tiba, sebagai salah seorang anggota DPRD Lebak, dengan tegas Sanuji menolak dihajikan seperti pernah diungkap Fajar Banten beberapa pekan silam. Dan Sanuji ternyata merupakan satu-satunya wakil rakyat yang menolak dihajikan dengan dana APBD. Yang lebih menarik lagi, uang jatah haji itu kemudian diserahkan kepada Kas Daerah, jumlahnya 25 juta rupiah ! Dengan cara begini, Sanuji menjadi penyumbang “PAD� Lebak secara perorangan. Karena uang itu mestinya dihitung sebagai “sisa lebih anggaran tahun lalu� pada Bagian Pendapatan dalam APBD Lebak 2003 (format lama).

Disorientasi APBD

Sekali lagi, Sanuji Pentamarta seperti umumnya warga Lebak : sangat mendambakan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat Lebak secara luas. Diskusi soal kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat, seperti sudah sering dibahas dan diyakinkan oleh para ahli ekonomi-politik, niscaya akan kembali kepada masalah bagaimana APBD dibuat, diimplementasikan, diawasi dan dievaluasi. Alasannya terlalu jelas : dalam kerangka dan melalui mekanisme ekonomi-politik APBD itulah, kemajuan suatu daerah dan kesejahteraan rakyatnya direncanakan dan coba diwujudkan bersama, dengan Pemerintah Daerah sebagai pengelola utama.

APBD yang baik, yang dapat memberikan jaminan bagi terwujudnya kemajuan suatu daerah dan kesejahteraan rakyatnya itu adalah APBD yang pengelolaan seluruh prosesnya dilakukan dengan baik pula. Salah satu tolok ukur paradigmatik tentang pengelolaan APBD yang baik adalah aspek orientasi dan tujuan utama dari pengelolaan anggaran daerah itu. Setara dengan tujuan akhir dari moralitas penyelenggaraan kekuasaan, yakni bonnum publicum (kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat), orientasi dan tujuan utama pengelolaan APBD adalah peningkatan berkelanjutan derajat kesejahteraan rakyat banyak.

Dengan dasar paradigmatik itu, maka seluruh proyek pembangunan infrastruktur (apapun bentuk dan jenisnya), seluruh proyek pengembangan sumberdaya manusia, seluruh proyek pendayagunaan sumberdaya alam, bahkan juga seluruh proyek yang wujudnya berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, sesungguhnya tidak lain diarahkan kepada bagaimana derajat kesejahteraan rakyat itu diwujudkan. Dalam perspektif ideal ini pula, maka tidak boleh muncul dan terjadi, satu mata proyek pun (pada sektor dan subsektor apapun dalam APBD) yang nyata-nyata tidak relevan bentuknya dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat diprogram dan dilaksanakan. Bahkan dengan dasar argumentasi yang “tampaknya� bersifat agamis sekalipun. Tidak boleh terjadi !

Jika demikian idealitasnya orientasi pengelolaan APBD, maka sebuah kesimpulan dapat dipastikan segera : proyek penghajian para anggota DPRD Lebak merupakan bentuk disorientasi paling vulgar dalam pengelolaan APBD (yang ironisnya, zaman Soeharto yang banyak dihujat itu, “proyek aneh� ini tidak pernah terjadi). Alasannya terlalu gamblang : tidak ada korelasi, apalagi determinasi (meminjam istilah para ahli metodologi penelitian) antara berhajinya para wakil rakyat dengan peningkatan derajat kesejahteraan rakyat ! (tapi sekali lagi, perkara substansi ibadah hajinya sendiri, saya termasuk warga yang secara tulus tetap mendoakan, semoga haji para anggota dewan itu mabrur).

Pesan Moral
Kembali lagi ke soal Sanuji Pentamarta yang menolak dihajikan sebagai wakil rakyat. Penyikapan ini menarik dan sangat penting untuk dielaborasi. Bukan hanya karena secara verbal, praktis hal ini “melawan mainstream�. Bukan pula hanya karena ini mungkin satu-satunya “peristiwa politik� di tanah air : seorang wakil rakyat menolak dihajikan dengan dana APBD, lalu uang jatah hajinya itu dikembalikan ke Kas Daerah. Tetapi terutama karena pesan moral (yang oleh Sanuji sendiri entah disadari atau tidak) yang terkandung dalam sikap penolakan itu.

Sejauh yang dapat saya tangkap dari beberapa kali diskusi dengan Sanuji, sikap ini diambilnya dengan dua pertimbangan berikut. Pertama, bagi Sanuji status hukum berhaji dengan dana APBD itu meragukan. Sungguh merupakan persoalan besar jika secara hukum berhaji macam begini tak memenuhi syarat-rukun dan substansi aspek ibadahnya. Persoalan besarnya adalah, andai berangkat juga, maka tidak lebih tidak kurang, dia hanyalah melakukan pelesiran, jalan-jalan, dengan uang rakyat yang seharusnya dia perjuangkan peningkatan kesejahteraannya. Bukan malah “dipake� berhaji yang fardlu ain itu.

Kedua, bagi Sanuji “babacakan munggah haji� para wakil rakyat itu merupakan sebuah ironika sosial yang dengan mudah dan lumrah dapat menyakiti hati rakyat Lebak. Bagaimana tidak ? Sementara masih demikian banyak kerumunan warga Lebak yang miskin, tertinggal dan penyakitan, dia berhaji seenaknya dengan uang rakyat. Sementara masih demikian banyak barisan pemuda yang kelelahan mencari dan menanti pekerjaan serta penghidupan, dia berhaji seenaknya dengan uang mereka. Sementara masih demikian banyak anak-anak yang terancam menjadi “lost generation� karena tak sanggup membayar sekolah, dia seenaknya berhaji dengan uang mereka. Ini jelas merupakan ironika yang paling mengiris nurani dan rasa keadilan banyak orang Lebak.

Begitulah Sanuji. Sebagai kader sebuah partai, melalui penolakannya menjadi “Haji Madura� itu boleh jadi dia sedang memainkan sebuah “jurus politik� untuk memancing simpati masyarakat Lebak menyongsong Pemilu 2004 mendatang. Dan kalaupun prasangka politis ini benar, tentu saja sah adanya. Karena itu, biar saja Sanuji dengan sadar memainkan “jurus politik� pemikatnya dan mengkalkulasi “keuntungan politik� yang mungkin dapat diperoleh partainya kelak. Artinya, titik prasangka ini dengan logis dan mudah dapat diabaikan, karena dalam politik jurus-jurus serupa ini sah-sah saja adanya.

Tetapi bahwa, dengan penolakannya itu Sanuji sesungguhnya telah melakukan semacam “dakwah politik bil hal� adalah nyata dan sangat berharga. Sebab, dalam situasi dimana pelbagai retorika moral tentang perlunya kekuasaan dan pengelolaan APBD memihak kepada rakyat berseliweran di jagat publik sedara verbal, Sanuji bahkan telah memberi “contoh� yang sangat lugas dan artikulatif. Andai saja, tak usah terlalu banyak, ada separuh saja “jumlah Sanuji� di tubuh DPRD Lebak ……
Sumber : www.pks-banten.or.id
[sumber : Agus Sutisna, penulis adalah Senior Officer Programm LSPB]

...Assalamu'alaikum...'<*_*>':" Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. Q.S. Al-Baqoroh : 216 " <> Dari Ma'qil bin Yasar dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR Thabrani dan Baihaqi)"<> ...;

free counters
Template Design by 405mutaqin